Skip to content

ANS

Retrospeksi 400 Remote Pandemi

kehidupan, opini2 min read

Empat ratus hari berlalu dalam ruang waktu pandemi yang membatasi layar dengan jeda-jeda kerja serta nyawa. Pandemi ini adalah berkah dan musibah bagi "pekerja remote yang terpaksa". Bisa dikata "Covid" ini adalah katalis perubahan budaya kerja tatap muka ke tatap layar. Namun lebih dari satu tahun ini, cara bekerja seperti ini tidak mudah. Ini tidak ideal. Apakah Anda merasa hal yang sama? Apa yang belum Anda biasa? Apa yang Anda rasa sudah jengah?

Remote ini bukan hanya pindah tempat kerja, tapi waktu kerja dan juga cara kerja. Cara-cara atau budaya "kerja bersama" harus berubah. Semenjak 2017 aku telah mencoba mencampurkan cara kerja (hybrid) remote dan dalam satu lokasi. Tapi tetap saja, pandemi ini tidak ideal dan membuat pemahaman serta cara baru. Work from Home (WFH) orang menyebutnya ini bukan "panacea" (red: obat mujarab) bagi kondisi remote dan pandemi. Kenapa?

Perubahan drastis ini masih terkendala budaya, "Orang bekerja kalau terlihat di kantor", ini hambatan para manajer yang belum percaya dengan pegawainya dan memiliki cara komunikasi remote. Belum terbiasa bekerja di rumah dengan segala pernak-pernik kehidupan rumah/kos pribadi. Biasanya kalau remote, bisa membuat tempat kerja sendiri atau mencari cafe (suasana berbeda). Tapi kali ini pandemi, memaksakan tempat kerja yang "seadanya". Orang bekerja juga jadi banyak interupsi, karena dirasa harus menjawab dengan cepat. Disini tantangan komunikasi dalam kondisi remote. Termasuk dengan mudahnya diajak "meeting", tidak mengesampingkan budaya meeting juga perlu berubah di situasi remote. Dalam suatu penelitian, setelah pandemi meeting jadi lebih banyak dan waktu bekerja lebih panjang. Kamu tahu apa yang lebih sulit dari meeting yang banyak? Meeting panjang tanpa tatap muka dan ekspresi. Hal ini sungguh membuat frustrasi. Oke, lalu bagaimana?

Harus terlihat bekerja? Anda perlu lebih aktif berkomunikasi informal dengan rekan kerja dan menunjukkan hasil kerjaan Anda sesering mungkin. Tujuannya untuk membangun kepercayaan. Lupakan dahulu stigma, kerja cari muka. Disini membangun kepercayaan Anda tetap produktif. Lalu aktif komunikasi bukan berarti, langsung membalas setiap pesan/notif masuk. Tapi balaslah sekecil apapun, saat melihat pesan. Bisa membalas "Nanti akan dijawab, karena sedang ditengah kerjaan". Kapan melihat pesan? Sesekali saja saat sedang istirahat. Ohya, matikan notifikasi bila perlu, agar tak mengganggu "kesehatan mental" Anda. Anda harus mampu mengendalikan waktu kerja Anda, dan tidak sekedar membalas pesan.

Meeting. Nah hal ini yang sulit, dengan pandemi dan online, Anda akan lebih mudah mengalami meeting beruntun. Cara paling utama adalah, pergunakan Online Calendar sebagai penanda ketersediaan waktu meeting Anda dan block waktu-waktu yang dirasa produktif bekerja. Misal pagi, jam 9-12 Anda tak ingin ada meeting, blok calendar Anda. Setiap meeting juga perlu Anda pertanyakan, Apa agendanya? Anda bisa kontribusi apa? Apakah bisa dijawab kebutuhannya tanpa meeting? Hal ini memaksakan setiap yang akan meeting (termasuk Anda), membuat agenda jelas meetingnya, membahas apa dan berapa lama. Sebelum meeting sudah menyiapkan bahan tertulis, sehingga diskusi tidak melebar. Meeting yang baik pun harusnya setiap akhirnya ada "action items", bukan membuat agenda meeting selanjutnya untuk membahas sisa meeting yang dilangsungkan. Ohya, coba usahakan meeting dengan "fun", ganti metode atau isi dengan kegiatan remeh temeh.

Sekecil apapun ketidaknyamanan Anda pada situasi ini, cobalah menyiasatinya dengan kembali ke pertanyaan "Bagaimana menguranginya?". Cara tersebut yang efektif sejauh ini. Kurangi meeting, kurangi komunikasi ketidakjelasan, kurangi .... Apa lagi ya? Diskusi boleh disini.